Selasa, 10 Januari 2012

Candi Cetho – Eksotisme warisan leluhur di lereng barat gunung lawu…..

Candi Cetho – Eksotisme warisan leluhur di lereng barat gunung lawu…..Jalanan aspal sempit yang berkelok dan menanjak dengan tebing-tebing curam adalah akses menuju Candi Cetho. Rasa was-was, dag dig dug karena takut akan terperosok ke jurang terbayar sudah sesampainya di kompleks candi nan eksotis itu. Pemandangan alam yang indah  begitu memanjakan mata, sejuknya udara pegunungan menemani penjelajahan saya di Candi Cetho.

Begitu menginjakkan kaki di tangga masuk candi, langsung terlihat gapura yang menjulang tinggi. Indahnya tak kalah dengan pure-pure di pulau dewata. Dinginya angin yang berhembus membawa kita bagai berada di awang-awang. Patung-patung membisu yang berdiri kokoh merupakan bukti sejarah masa lampau.



Kompleks candi cetho yang luas ini berlokasi di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah ini memiliki ukuran panjang 190 m dan lebar 30 m, dan berada di ketinggian 1496 m dari permukaan air laut.

Candi Cetho berlatar belakang Agama Hindu. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi ke arah puncak. Bentuk bangunan berteras seperti ini mirip punden berundak pada masa pra sejarah.

Disini terdapat arca Phallus sebagai symbol tempat pemujaan Dewa Siwa. Terdapat pula susunan batu yang berbentuk Lingga-Yoni yang menyatu sama lambang garuda. Bangunan utama berbentuk trapesium, berada di undakan paling atas. Sampai saat ini Candi Cetho masih di pergunakan untuk ibadah. Wangi sesajen yang berupa kemenyan dan bunga yang tertiup angin, di tambah lagi dengan pekatnya kabut memberikan kesan mistis. 


lingga-yoni di pelataran Candi Cetho
view Candi Cetho dari undakan pertama
candi utama Candi Cetho

Ini sejarah yang ku baca…

Riwayat penelitian dan pemugaran

Candi Cetho pertamakali dikenal dari laporan penelitian Van Der Vilis pada tahun 1942 yang kemudian penelitian dan pendokumentasian dilanjutkan oleh W.F. Stuterheim, K.C. Crucq dan A.J. Bernet Kempers.
Riboet Darmosoetopo dkk. pada tahun 1976 telah melengkapi hasil penelitian sebelumnya.

Tahun 1975/1976 Sudjono Humardani melakukan pemugaran terhadap kompleks Candi Cetho dengan dasar “perkiraan” bukan pada kondisi asli. Dengan kata lain pemugaran tersebut tidak mengikuti ketentuan pemugaran cagar budaya yang benar.
1982 Dinas Purbakala (sekarang Balai Peninggalan Purbakala) meneliti dalam rangka rekonstruksi.


Tahun Pendiriran dan Fungsi Candi Cetho

Prasasti dengan huruf jawa kuno pada dinding teras ke VII berbunyi ”pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397”, yang dapat ditafsirkan peringatan pendirian tempat peruwatan atau tempat untuk membebaskan dari kutukan dan didirikan tahun 1397 Saka (1475 M).
Fungsi Candi Cetho sebagai tempat ruwatan juga dapat dilihat melalui symbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya. Mitologi yang disampaikan berupa cerita Samudramanthana dan Garudeya. Sedangkan symbol penggambaran phallus dan vagina dapat ditafsirkan sebagai lambang penciptaan atau dalam hal ini adalah kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan.


Cerita Samudramanthana

Menceritakan taruhan antarakedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata, pada pengadukan susu untuk mencari air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu berubah menjadi seekor kura-kura dan menopang Gunung Gunung Mandara. Kadru menebak bahwa ekor kuda pembawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu berwarna hitam sedangkan Winata menebak ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata kuda yang membawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemburkan bisanya sehingga warna ekornya berubah menjadi hitam. Walaupun bertindak curang Kadru menang dalam taruaha. Kemudian Winata dijadikan budak oleh Kadru.


Cerita Garudeya


Cerita ini mengisahkan tentang pembebasan Winata oleh anaknya, Garudeya. Ia menemui para ular meminta ibunya dibebaskan dari budak Kadru. Mereka setuju asal Garudeya dapat menukar dengan air amarta. Garudeya pergi ke tempat penyimpanan air amarta yang dijaga para dewa, dan air tersebut diserahkan kepada para para ular. Akhirnya Winata berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru.

                                                         candi cetho
                                                 undakan ke 3 candi cetho


Candi Cetho merupakan tempat yang sempurna bagi para traveller untuk menyegarkan hati, jiwa dan raga dan fikiran…

Jadwal buka:
Senin-Minggu pk 09.00-17.00 WIB.

Harga Tiket:
Pengunjung domestik      : Rp. 3000,-
Pengunjung mancanegara : Rp. 10.000,-


Tidak ada komentar: