Candi Cetho – Eksotisme warisan leluhur di lereng barat gunung lawu…..Jalanan aspal sempit yang berkelok dan menanjak dengan
tebing-tebing curam adalah akses menuju Candi Cetho. Rasa was-was, dag dig dug
karena takut akan terperosok ke jurang terbayar sudah sesampainya di kompleks
candi nan eksotis itu. Pemandangan alam yang indah begitu memanjakan mata, sejuknya udara
pegunungan menemani penjelajahan saya di Candi Cetho.
Begitu menginjakkan
kaki di tangga masuk candi, langsung terlihat gapura yang menjulang tinggi. Indahnya
tak kalah dengan pure-pure di pulau dewata. Dinginya angin yang berhembus membawa
kita bagai berada di awang-awang. Patung-patung membisu yang berdiri kokoh merupakan
bukti sejarah masa lampau.
Kompleks
candi cetho yang luas ini berlokasi di lereng barat Gunung Lawu, tepatnya di
Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah ini
memiliki ukuran panjang 190 m dan lebar 30 m, dan berada di ketinggian 1496 m
dari permukaan air laut.
Candi
Cetho berlatar belakang Agama Hindu. Pola halamannya berteras dengan susunan 13
teras meninggi ke arah puncak. Bentuk bangunan berteras seperti ini mirip
punden berundak pada masa pra sejarah.
Disini terdapat
arca Phallus sebagai symbol tempat pemujaan Dewa Siwa. Terdapat pula susunan
batu yang berbentuk Lingga-Yoni yang menyatu sama lambang garuda. Bangunan utama
berbentuk trapesium, berada di undakan paling atas. Sampai saat ini Candi Cetho
masih di pergunakan untuk ibadah. Wangi sesajen yang berupa kemenyan dan bunga
yang tertiup angin, di tambah lagi dengan pekatnya kabut memberikan kesan
mistis.
lingga-yoni di pelataran Candi Cetho
view Candi Cetho dari undakan pertama
candi utama Candi Cetho
Ini sejarah
yang ku baca…
Riwayat
penelitian dan pemugaran
Candi Cetho
pertamakali dikenal dari laporan penelitian Van Der Vilis pada tahun 1942 yang
kemudian penelitian dan pendokumentasian dilanjutkan oleh W.F. Stuterheim, K.C.
Crucq dan A.J. Bernet Kempers.
Riboet
Darmosoetopo dkk. pada tahun 1976 telah melengkapi hasil penelitian sebelumnya.
Tahun 1975/1976
Sudjono Humardani melakukan pemugaran terhadap kompleks Candi Cetho dengan
dasar “perkiraan” bukan pada kondisi asli. Dengan kata lain pemugaran tersebut
tidak mengikuti ketentuan pemugaran cagar budaya yang benar.
1982
Dinas Purbakala (sekarang Balai Peninggalan Purbakala) meneliti dalam rangka
rekonstruksi.
Tahun
Pendiriran dan Fungsi Candi Cetho
Prasasti dengan
huruf jawa kuno pada dinding teras ke VII berbunyi ”pelling padamel irikang
buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397”, yang
dapat ditafsirkan peringatan pendirian tempat peruwatan atau tempat untuk
membebaskan dari kutukan dan didirikan tahun 1397 Saka (1475 M).
Fungsi Candi
Cetho sebagai tempat ruwatan juga dapat dilihat melalui symbol-simbol dan
mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya. Mitologi yang disampaikan berupa
cerita Samudramanthana dan Garudeya. Sedangkan symbol penggambaran phallus dan
vagina dapat ditafsirkan sebagai lambang penciptaan atau dalam hal ini adalah
kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan.
Cerita Samudramanthana
Menceritakan
taruhan antarakedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata, pada pengadukan susu
untuk mencari air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu
berubah menjadi seekor kura-kura dan menopang Gunung Gunung Mandara. Kadru
menebak bahwa ekor kuda pembawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu
berwarna hitam sedangkan Winata menebak ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata kuda
yang membawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud
ular menyemburkan bisanya sehingga warna ekornya berubah menjadi hitam. Walaupun
bertindak curang Kadru menang dalam taruaha. Kemudian Winata dijadikan budak
oleh Kadru.
Cerita Garudeya
Cerita ini mengisahkan tentang pembebasan Winata oleh anaknya, Garudeya. Ia menemui para ular meminta ibunya dibebaskan dari budak Kadru. Mereka setuju asal Garudeya dapat menukar dengan air amarta. Garudeya pergi ke tempat penyimpanan air amarta yang dijaga para dewa, dan air tersebut diserahkan kepada para para ular. Akhirnya Winata berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru.
candi cetho
undakan ke 3 candi cetho
Candi Cetho
merupakan tempat yang sempurna bagi para traveller untuk menyegarkan hati, jiwa
dan raga dan fikiran…
Jadwal
buka:
Senin-Minggu
pk 09.00-17.00 WIB.
Harga
Tiket:
Pengunjung
domestik : Rp. 3000,-
Pengunjung
mancanegara : Rp. 10.000,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar