Menelusuri kejayaan masa lampau di lereng barat Gunung
Lawu...
Erotisme candi sukuh, situs bersejarah Candi
Sukuh memang sudah sering terdengar. Dan akhirnya kesempatan untuk menapaki
situs di lereng barat Gunung Lawu datang juga, Karanganyar siap ku jelajah.
Erotisme Candi SUKUH, Dengan mengendarai sepeda motor,
start dari Jogjakarta, saya dan teman saya meluncur ke karanganyar. Salah satu situs yang
pertamakali kita kunjungi adalah Candi Sukuh. Candi ini terletak di lereng barat Gunung Lawu pada ketinggian 910 meter di atas
permukaan laut, tepatnya di Desa Mberjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah.
Akses menuju ke candi sukuh sudah relative bagus, jalan-jalan
pegunungan yang berkelok dan menanjak menjadi sensasi tersendiri dalam
perjalanan kali ini, belum lagi suguhan bukit-bukit indah di kanan kiri yang begitu
memanjakan mata. Setelah kurang lebih 3 jam menggeber sepeda motor, tibalah
kami di candi yang di kenal karena erotismenya itu. Hanya dengan membayar tiket
masuk sepeda motor Rp. 1000,- langkah kaki kita sudah bisa menapaki candi
sukuh.
Daftar Retribusi masuk area wisata :
Sepeda Motor : Rp. 1000,-
Mobil Pribadi, Sedan, Jeep dsb. : Rp. 5000,-
Colt, Station Wagon :
Rp. 5000,-
Mini Bus & sejenisnya :
Rp. 10.000,-
Bus & Sejenisnya :
Rp. 20.000,-
Butuh 1 jam lebih kamera saku ini menjepret, mengabadikan
setiap sisi pahatan elok warisan nenek moyang kita, sembari menghirup udara
segar di atas ngarai, di antara sawah dan pepohonan cengkeh.
Teras Pertama Candi
Pada
teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sangkala dalam bahasa Jawa yang
berbunyi gapura buta abara
wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah
“Gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3,
dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Sukuh)
Gapura pintu masuk candi di undakan pertama (tampak depan)
Tampak samping kiri
Yang unik di dalam gapura candi di atas adalah motif yang berada di lantai gapura,
terdapat paduan lingga (penis)-yoni (vagina) dalam bentuk nyata. Gambaran ini
diduga sebagai lambang kesuburan. Sepintas memang nampak porno, tetapi tentu
saja bukan ini maksudnya. Sebab tidak mungkin di tempat suci yang merupakan
tempat peribadahan terdapat lambang-lambang yang porno. Sebaliknya, relief
lingga-yoni ini sesungguhnya sebagai Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati).
Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja di pahat di
lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief
tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna. (saat ini pintu masuk gerbang tersebut di pagari, untuk menjaga supaya tidak rusak terinjak-injak).
Teras kedua candi
Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di
kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau
dwarapala, didapati pula, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas
bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai
banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala pula
dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya
dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini
memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka
atau tahun 1456 Masehi.
Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan
gapura di teras pertama!
Teras ketiga candi
Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar
dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di
sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini,
maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak
sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur
ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini,
menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis.
Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput
daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka
ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat
sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di
sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masing sering
dipergunakan untuk bersembahyang.
saatnya kita santai... Candi SUKUH
Pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian
relief-relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah
diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala.
Relief cerita Kindung Sundamala
Selain candi utama, patung-patung kura-kura, garuda serta relief-relief, masih ditemukan pula
beberapa patung hewan berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah berpelana. Pada
zaman dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana gajah.
Lalu ada pula bangunan berelief tapal kuda dengan dua sosok
manusia di dalamnya, di sebelah kira dan kanan yang berhadapan satu sama lain.
Ada yang berpendapat bahwa relief ini melambangkan rahim seorang wanita dan
sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan
kebajikan. Namun hal ini belum begitu jelas. Kemudian ada sebuah bangunan kecil di depan candi utama yang
disebut candi pewara. Di bagian tengahnya, bangunan ini berlubang dan terdapat
patung kecil tanpa kepala. Patung ini oleh beberapa kalangan masih dikeramatkan
sebab seringkali diberi sesajian.
Sebagian jeprat-jepret kami yang lain...
Nah, itu
sepanjang cerita saya di candi sukuh...
Matahari mulai
tergelincir, siang beranjak sore, setelah beristirahat dan puas menikmati
eksotisme lereng barat gunung lawu yang erotis, kami beranjak melanjutkan
perjalanan di seputaran karanganyar. Candi Cetho, Candi Kethek, Puri Saraswati
segera menyusul ceritanya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar